03 November, 2010

Pengalaman menarik Ketika Putus Asa Dalam Menulis


Ketika kita belajar menulis dan seandainya tiap bulan kita berhasil membuat satu lembar tulisan atau artikel berisi tentang apa saja, maka karya tulis kita akan selalu bertambah banyak lalu suatu ketika kita merasa apa yang telah kita tulis dan hasilkan selama ini apakah mempunyai manfaat bagi kita maupun orang lain??? Jangan kan bermanfaat bisa di baca orang lain saja rasanya bersyukur sekali. Hambatan seperti itu yang sering terlintas di benak saya. Sampai pada akhirnya salah satu artikel atau tulisan saya yang berjudul Menjadi Guru Berprestasi, bisa muncul di media surat kabar yang keren ini (Harian Semarang terbit hari kamis, tanggal 28 Oktober 2010)

Walaupun hanya sekedar ucapan “SELAMAT” dari Rekan Guru dan Kepala Sekolah, Merupakan penghargaan yang tak ternilai harganya membuat semangat dan motifasi menulis bangkit kembali, Ternyata apa yang telah kita lakukan selama ini di luar dugaan mempunyai dampak positif bagi karier dan pengalaman manis bagi penulis.
Karena Rahmat dan KaruniaNya. Tepat 10 hari setelah Penulis Wisuda Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang Program Studi Magister Pendidikan (M.Pd) dengan lama studi 1 tahun, 11 bulan, 18 hari dan Indeks Prestasi Kumulatif = 3.34. Judul Tesis ANALISIS PEMBIAYAAN SMPN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) (STUDI MULTIKASUS DI SMPN RSBI KOTA SEMARANG).

Kesimpulannya:
Apa yang akan kita lakukan saat kita putus asa? Teruslah menulis. Kita boleh putus asa tetapi kita tidak boleh berhenti. Seperti halnya nasehat yang mengatakan:”Teruslah berjalan meski kamu dalam keputusasaan.” Tulislah apa yang ada dalam imajinasi, perasaan dan pengetahuan Anda. Meskipun Anda dalam menuliskan itu semua penuh dengan ketakutan akan pendapat orang mengenai ide-ide Anda, takut ditertawakan, takut salah, tidak percaya diri dan sebagainya. Yang penting Anda tulis dulu.Ini hal yang sangat berharga. Sehingga Anda akan lebih mudah dalam melakukan perbaikan-perbaikan seiring dengan bertambahnya pengetahuan Anda. Maka banyak membaca, diskusi dan merenung atau melakukan refleksi diri akan sangat membantu.
Putus asa biasanya bermakna negatif. Putus asa biasanya berhenti dan menyerah dari aktivitas yang membuat kita putus asa. Tetapi bagi saya “putus asa” bermakna positif bahkan sangat dibutuhkan disaat kita tak berdaya mengalahkan hambatan-hambatan di depan kita asalkan dibarengi dengan terus melakukan tindakan. Ada satu lagi nasehat bijak yang mengatakan:”Ketika engkau putus asa, pertolongan akan segera menghampirimu.” Bahkan tak disangka kita akan menemukan jalan keluar atau solusi bagi kesulitan kita dalam menulis disaat kita putus asa, asalkan kita tidak berhenti menulis. Jika putus asa diartikan berhenti, maka berhentilah sampai disini. Jika kita berhenti, kita tidak pernah merasakan bagaimana sulitnya menulis, bagaimana sulitnya mengalahkan berbagai hambatan menulis, dan kita tidak pernah pula merasakan bagaimana bahagianya ketika kita menemukan jalan keluar atau solusi untuk memperbaiki tulisan-tulisan kita, bagaimana senangnya tulisan kita dibaca dan dikomentari positif oleh orang lain dan merasakan betapa senangnya keberadaan kita diakui oleh masyarakat luas dengan menulis.

22 Maret, 2010

Menjadi Guru Berprestasi


Ukuran Guru berprestasi sebenarnya adalah seberapa jauh siswa respek dan suka terhadap kita, 7 tipe dibawah ini mungkin membantu anda untuk lebih memahami diri Anda dan siswa anda dikelas, yaitu:

1Menghormati siswa dan tidak membuat mereka runtuh mentalnya dengan perkataan yang negatif dan memojokkan.

2Melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Tentunya anda punya hak perogratif sebagai guru, namun melibatkan mereka boleh juga sebagai cara untuk membagi kewenangan dan mempermudah tugas anda dalam mengendalikan mereka dikelas.

3Mendengarkan mereka saat mereka berbicara pada anda. Tidak berteriak marah jika mereka berbuat sesuatu yang mungkin menurut anda adalah sebuah kesalahan.

4Adil, mudah diajak berkomunikasi, selalu ada saat mereka membutuhkan, selalu mendukung.

5Saat mengajar tidak tegang, dan melakukan pembelajaran yang menyenangkan dengan berbagai macam cara dan metode.

6Jelas, saat menerangkan sesuatu dikelas kepada mereka, artinya memang tidak mudah berbicara dalam bahasa mereka. Namun ketahuilah lebih berat untuk mereka untuk memahami anda dibandingkan sebaliknya.

7Jangan menyerah terhadap mereka. Ada banyak film yang menjelaska menganai hal ini salah satunya film Dangerous Minds. Mudah-mudahan anda pernah menontonnya.

Disamping itu, coba amati diri Anda:

Seberapa sering Anda diajak bekerja oleh Dinas Pendidikan, Pemda, Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas, atau lembaga lain di Indonesia bahkan di luar neger.

Jika Anda sudah terbiasa berkiprah di berbagai arena dan memenuhi 7 kriteria di atas, luruskan niat, bahwa Anda ikut pemilihan guru berprestasi untuk kebaikan pendidikan anak negeri, tak perlu berambisi terlalu tinggi รข€¦ karena tak baik untuk hormon diri Anda. Selamat berjuang saudaraku

17 Februari, 2010

Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Ujian/Ulangan Pelajaran

Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik dengan maupun tanpa PR/pekerjaan rumah. Belajar yang dilakukan secara terburu-buru akibat dikejar-kejar waktu memiliki dampak yang tidak baik. Berikut ini adalah tips dan triks yang dapat menjadi masukan berharga dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi ulangan atau ujian :

1. Belajar Kelompok
Belajar kelompok dapat menjadi kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan karena ditemani oleh teman dan berada di rumah sendiri sehingga dapat lebih santai. Namun sebaiknya tetap didampingi oleh orang dewasa seperti kakak, paman, bibi atau orang tua agar belajar tidak berubah menjadi bermain. Belajar kelompok ada baiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar yang tidak pandai jadi ketularan pintar. Dalam belajar kelompok kegiatannya adalah membahas pelajaran yang belum dipahami oleh semua atau sebagian kelompok belajar baik yang sudah dijelaskan guru maupun belum dijelaskan guru.

2. Rajin Membuat Catatan Intisari Pelajaran
Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada. Namun catatan tersebut jangan dijadikan media mencontek karena dapat merugikan kita sendiri.

3. Membuat Perencanaan Yang Baik
Untuk mencapai suatu tujuan biasanya diiringi oleh rencana yang baik. Oleh karena itu ada baiknya kita membuat rencana belajar dan rencana pencapaian nilai untuk mengetahui apakah kegiatan belajar yang kita lakukan telah maksimal atau perlu ditingkatkan. Sesuaikan target pencapaian dengan kemampuan yang kita miliki. Jangan menargetkan yang yang nomor satu jika saat ini kita masih di luar 10 besar di kelas. Buat rencana belajar yang diprioritaskan pada mata pelajaran yang lemah. Buatlah jadwal belajar yang baik.

4. Disiplin Dalam Belajar
Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.

5. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya
Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya. Tawarkanlah pada teman untuk bertanya kepada kita hal-hal yang belum dia pahami. Semakin banyak ditanya maka kita dapat semakin ingat dengan jawaban dan apabila kita juga tidak tahu jawaban yang benar, maka kita dapat membahasnya bersama-sama dengan teman. Selain itu

6. Belajar Dengan Serius dan Tekun
Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian. Ketika waktu luang baca kembali catatan yang telah dibuat tadi dan hapalkan sambil dimengerti. Jika kita sudah merasa mantap dengan suatu pelajaran maka ujilah diri sendiri dengan soal-soal. Setelah soal dikerjakan periksa jawaban dengan kunci jawaban. Pelajari kembali soal-soal yang salah dijawab.

7. Hindari Belajar Berlebihan
Jika waktu ujian atau ulangan sudah dekat biasanya kita akan panik jika belum siap. Jalan pintas yang sering dilakukan oleh pelajar yang belum siap adalah dengan belajar hingga larut malam / begadang atau membuat contekan. Sebaiknya ketika akan ujian tetap tidur tepat waktu karena jika bergadang semalaman akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak.

8. Jujur Dalam Mengerjakan Ulangan Dan Ujian
Hindari mencontek ketika sedang mengerjakan soal ulangan atau ujian. Mencontek dapat membuat sifat kita curang dan pembohong. Kebohongan bagaimanapun juga tidak dapat ditutup-tutupi terus-menerus dan cenderung untuk melakukan kebohongan selanjutnya untuk menutupi kebohongan selanjutnya. Anggaplah dengan nyontek pasti akan ketahuan guru dan memiliki masa depan sebagai penjahat apabila kita melakukan kecurangan.

Semoga tips cara belajar yang benar ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua, amin.

06 Agustus, 2009

Katakan "STOP REKAYASA NILAI"


Kalau anda, para guru, sempat membaca totto chan, buku yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi, seorang mantan murid SD yang didirikan oleh Sosaku Kobayashi, sebuah SD yang sangat revolusioner dalam gaya belajar dan pengajarannya, anda akan berpikir ulang ketika anda akan mengatrol (baca: merekayasa) nilai para murid. Sekolah yang didirikan oleh Kobayashi adalah sekolah yang benar-benar unik. Bagaimana tidak unik jika metode pendidikan Keboyashi, seperti yang ditulis oleh Kuroyanagi di halaman-halaman terakhir bukunya, adalah sebuah cara mendidik yang dilandasi rasa yakin bahwa setiap anak dilahirkan dengan watak yang baik. Bahwa kalau ada anak yang tidak berwatak baik, berarti watak baik itu telah dicemari dan dirusak oleh lingkungan yang buruk atau pengaruh negatif dari orang dewasa disekitarnya. Kobayashi mendirikan sekolah itu dengan tujuan untuk mengembalikan watak baik anak-anak dan mengembangkannya, sehingga mereka akan memiliki kepribadian yang khas di masa dewasanya.

Maka, mengacu pada keyakinan Kobayashi, jika kita mengatrol nilai siswa berarti kita, sadar atau tidak, telah merubah fungsi sekolah yang semula sebagai tempat pencerahan pikiran dan perilaku menjadi lingkungan yang ikut andil dalam merusak watak baik anak. Di sekolah, mereka, secara tidak langsung, diajari kecurangan dan ketidakjujuran. Mereka belajar untuk mencari jalan pintas dan tidak belajar untuk menjadi ulet dan pekerja keras.

Yang salah, sehingga timbul budaya katrol nilai, adalah pandangan bahwa kecerdasan diukur dari memiliki nilai-nilai sempurna di setiap mata pelajaran-jika seorang anak tidak mendapat nilai yang baik, pasti dia tidak cerdas. Sungguh suatu pandangan yang bodoh. Kita bisa lihat di sekitar. Anak yang pulang dengan buku raport yang ‘hitam’ sempurna, orang tua akan sangat gembira, membelikannya hadiah dan membanggakannya dihadapan orang lain. Tetapi ketika nilainya ‘merah’, orang tua akan cemberut, memarahi dan menghukum, bahkan mungkin malu dengan anaknya yang (dengan sangat sembrono dicap sebagai anak) bodoh.

‘Penyakit’ ini tidak hanya menjangkiti orang tua, tetapi, kemudian, berturut-turut guru ( yang tidak mau dianggap sebagai guru gagal karena tidak bisa mencerdaskan siswa ), sekolah (yang ogah disebut sebagai sekolah tidak bermutu) dan seterusnya, sehingga lama-kelamaan pengatrolan nilai menjadi sebuah budaya baru.

Orang tua, kita (para guru), sekolah dan seterusnya lupa bahwa esensi pendidikan bukanlah pada angka yang ditulis di lembar rapot atau transkrip nilai. Kita lupa bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang panjang. Proses yang melelahkan inilah yang paling penting. Saya, mengajar bahasa Inggris di sekolah pinggiran kota, pernah mendengar siswa saya yang mengatakan bahwa dia tidak akan menjual es cendol sampai ke Inggris. Siswa saya itu tidak menyukai pelajaran yang saya ampu. Yang dia maksudkan dengan perkataannya tadi adalah, dia tidak perlu fasih berbahasa Inggris untuk mendapatkan uang. Saya jawab memang betul. Dia bisa jadi tidak akan bergantung pada keahliannya berbahasa Inggris untuk mendapatkan penghidupan, tetapi jika dia tekun belajar bahasa Inggris ( dan pelajaran-pelajaran lain ) maka sebetulnya dia akan terbiasa untuk berpikir secara ajeg (kontinyu). Kalau dia sudah terbiasa berpikir secara ajeg, dia akan mendapatkan semacam ‘kunci’ untuk keluar dari permasalahan-permasalahan yang dia temui di masa mendatang. Tetangga saya, seorang sarjana pertanian jurusan ilmu tanah keluaran IPB, bekerja sebagai pegawai bank yang sukses. Taufiq Ismail, penyair hebat itu, adalah dokter hewan lulusan IPB juga. Apakah Tufiq Ismail bodoh hanya karena ia lebih fokus pada kepenyairannya daripada menjadi dokter hewan? Sekali lagi, proses lebih penting daripada angka.

Kalau kita, para guru, mau sedikit meluangkan waktu membaca Frames of Mind, buku yang ditulis oleh Howard Gardner, profesor kognisi dan edukasi di Universitas Harvard, kita pasti tidak akan memaksa untuk menuliskan nilai yang tidak sesuai dengan keadaan anak didik kita. Gardner mengatakan bahwa kecerdasan manusia tidak hanya berupa kecerdasan linguistik dan matematis logis seperti yang telah diakui secara luas. Tetapi masih ada lagi kecerdasan yang lain seperti kecerdasan musikal, kecerdasan spasial dan visual, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal serta kecerdasan naturalis. Perbedaan tipe kecerdasan antara orang perorang akan mempengaruhi gaya belajar, gaya bekerja dan karakter mereka.

Jika seorang anak di kelas kita adalah anak dengan tipe kecedasan kinestetis, mengapa kita harus memaksa dia agar cerdas secara matematis-logis? Memang bukan suatu hal yang mustahil, jika mau kerja keras dan tekun, seseorang dengan jenis kecerdasan tertentu akan mendapatkan jenis kecerdasan yang lain. Tetapi akan ada banyak waktu yang terbuang. Sedangkan kalau ia menekuni apa yang menjadi jenis kecerdasannya, dia mungkin telah dapat mengembangkannya dengan sangat baik. Sekarang apakah tidak janggal jika anak-anak- saya tuliskan secara jamak, bukan tunggal- kita secara akal-akalan tampak cerdas di semua pelajaran? Seharusnya sekolah menjadi lingkungan yang tepat bagi tiap-tiap siswa untuk mengembangkan tipe kecerdasan mereka.

Pengatrolan nilai, alih-alih meningkatkan martabat guru dan sekolah, hanya akan mematikan kecerdasan dan motivasi siswa. Siswa yang dapat nilai baik, padahal dia tahu kalau dia tidak berhak nilai itu, cenderung akan meremehkan guru. Begitu juga dengan siswa yang benar-benar cerdas, yang mati semangat belajarnya karena merasa jerih payahnya selama ini tidak dihargai. Akan lebih celaka lagi ketika anak-anak yang mendapat nilai ‘fantastis’ di raport, tidak lolos tes masuk SMA. Angka-angka itu tidak berguna lagi. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah pun luntur.

Kita pernah memiliki tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Muhammad Hatta, Syahrir dan lainnya. Mereka adalah tokoh-tokoh terkenal dan disegani tidak hanya dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Mereka adalah produk pendidikan di masa itu. Sedangkan sekarang, mengapa pendidikan kita saat ini gagal melahirkan tokoh-tokoh besar seperti mereka? Karena pendidikan saat itu menyakini bahwa pendidikan adalah sebuah proses. Yang dilalui setapak demi setapak. Sedangkan pendidikan saat ini sangat mendewakan hasil, bukan proses. Perubahan paradigma pendidikan kita ini tidaklah berdiri sendiri melainkan dampak dari perubahan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Lihatlah sinetron-sinetron kita, lihatlah tayangan-tayangan untuk mencari idola-idola yang banyak peminat, kesemuanya itu mendidik itu untuk bergaya hidup senang, tetapi dengan usaha minimal. Mental seperti ini telah merasuki sistem pendidikan kita.

Kita harus berorientasi pada jangka panjang, bukan berorientasi pada jangka pendek. Dengan demikian, kalau anda rajin melihat empat mata-nya Thukul, anda akan berpandangan, bukan hanya menirukan, bahwa katrol nilai itu katrok.

BEBAN BERAT SEORANG GURU



“Sungguh berat beban seorang guru. Jika siswa tidak lulus, yang disalahkan gurunya. Jika mereka terlibat tawuran, yang disalahkan gurunya. Namun, jika guru dilecehkan oleh murid – muridnya, mereka harus selalu bersabar. Tidak bersabar, bahkan bila sampai menangani murid – muridnya, mereka akan dituduh telah melanggar HAM.”

Bel masuk berbunyi. Saya dan teman guru yang lainnya masuk ke kelas untuk mulai mengajar. Di tengah – tengah mengajar, saya mencandai para siswa itu: “Jika kamu nakal, hal pertama yang akan saya lakukan adalah menampar kamu”. Dengan tertawa murid – murid saya menjawab: “Jika Ibu menampar kami, hal pertama yang akan kami lakukan adalah melaporkan Ibu ke polisi karena Ibu telah melanggar HAM”. Kami lalu tertawa bersama.

Bel istirahat berbunyi. Tanpa saya duga, seorang guru wanita melaporkan kenakalan anak – anak di kelasnya yang sudah kelewat batas. Ketika ibu guru itu marah – marah, dengan mengejek, anak – anak itu berkata bahwa mereka akan melaporkan sang ibu guru jika sampai memukul mereka.

Seorang guru senior, kemudian angkat bicara. “Itulah. Guru sekarang tidak lebih bermartabat daripada guru di masa lampau. Guru – guru saya dulu, tidak segan memukul siswa dengan penggaris jika murid – muridnya melakukan kesalahan. Itupun masih disertai dengan omelan yang menyakitkan hati. Tapi, banyak dari murid – murid itu yang kemudian menjadi orang – orang yang sukses. Saat ini, anak – anak kita dimanjakan dengan perlakuan istimewa. Tapi kemampuan akademis anak – anak sekarang tidak lebih baik daripada siswa – siswa lulusan sekolah jaman dulu. Celakanya, selalu guru yang disalahkan”.

Entah mana yang benar. Tapi keluhan beberapa guru di atas tidak bisa disalahkan begitu saja.

04 Agustus, 2009

Jadilah Guru yang Selalu Ditunggu Siswa

Banyak sekolah tak berhasil menyiapkan murid memenuhi tuntutan pasar kerja.
Itu harus dihindari sejak sekarang. Karena itu guru dituntut bisa menjadikan murid berkemampuan menerapkan ilmu dan pengetahuan di masyarakat.

Dunia hanya ada dua profesi. Satu guru, sedangkan kedua yang lain-lain. ”Itu berarti semua profesi berawal dari guru. Tak ada dokter langsung lulus, tetapi berawal dari guru. Itu luar biasa,”.

Karena itu dia meminta mereka menjadi guru yang disukai dan ditunggu-tunggu murid. Ketika guru tak kelihatan, para siswa pun mencari. ”Jika sakit, dia didoakan bersama-sama.”

Dia meminta mereka kelak tak menjadi guru yang membosankan di kelas. Guru harus bisa menerangkan pelajaran secara jelas. Pelajaran rumit jadi sederhana.

Mengenal Murid

”Jangan jadi guru yang hanya duduk, menerangkan sambil memegang buku. Jadilah guru yang tak pegang buku lagi di depan para murid karena sudah mempersiapkan bahan sebelum pelajaran. Guru harus kenal murid satu per satu. Ketika tak seorang murid tak masuk, dia langsung tahu,”.

”Jangan sampai ketidakhadiran guru malah membuat semua murid senang. Kalau masih ada yang seperti itu, itu menunjukkan guru tersebut tak berhasil mengajar dengan baik.”

Jadilah Guru yang Selalu Ditunggu Siswa''

Banyak sekolah tak berhasil menyiapkan murid memenuhi tuntutan pasar kerja.
Itu harus dihindari sejak sekarang. Karena itu guru dituntut bisa menjadikan murid berkemampuan menerapkan ilmu dan pengetahuan di masyarakat.

Dunia hanya ada dua profesi. Satu guru, sedangkan kedua yang lain-lain. ”Itu berarti semua profesi berawal dari guru.
Tak ada dokter langsung lulus, tetapi berawal dari guru. Itu luar biasa,”.

Karena itu dia meminta mereka menjadi guru yang disukai dan ditunggu-tunggu murid. Ketika guru tak kelihatan, para siswa pun mencari. ”Jika sakit, dia didoakan bersama-sama.”

Dia meminta mereka kelak tak menjadi guru yang membosankan di kelas. Guru harus bisa menerangkan pelajaran secara jelas. Pelajaran rumit jadi sederhana.

Mengenal Murid

”Jangan jadi guru yang hanya duduk, menerangkan sambil memegang buku. Jadilah guru yang tak pegang buku lagi di depan para murid karena sudah mempersiapkan bahan sebelum pelajaran. Guru harus kenal murid satu per satu. Ketika tak seorang murid tak masuk, dia langsung tahu,”.

”Jangan sampai ketidakhadiran guru malah membuat semua murid senang. Kalau masih ada yang seperti itu, itu menunjukkan guru tersebut tak berhasil mengajar dengan baik.”