05 April, 2009

Solusi Penelitian bagi Guru

GURU adalah jabatan profesional. Salah satu ciri keprofesionalan adalah kemampuan meneliti. Esensi penelitian berkait dengan pembelajaran yang meliputi meliputi tiga hal.

Pertama, perencanaan berupa kemampuan menyusun perangkat administrasi berupa silabus, rencana pembelajaran. Kedua, kemampuan menyajikan pembelajaran secara menarik, bermakna, dan bermutu. Ketiga, kemampuan menilai hasil pembelajaran secara berkesinambungan.

Merujuk hal itu, guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian itu bersifat reflektif, mengulas secara kritis, dengan melakukan tindakan tertentu untuk memperbaiki praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Tujuan utama PTK untuk memperbaiki pembelajaran yang didasari hasil penelitian pendahuluan, sehingga menghasilkan suatu tindakan.

McKey (2007) menyatakan, proses PTK terdiri atas tujuh tahap. Pertama, pemilihan dan pembatasan masalah. Kedua, pengumpulan bahan. Ketiga, penyusunan bahan. Keempat, pembuatan kerangka tulisan. Kelima, penulisan naskah awal. Keenam, revisi. Ketujuh, penulisan naskah akhir.

Kelemahan mendasar adalah guru belum terbiasa menulis. Mereka lebih terbiasa berbicara. Apalagi motivasi mereka rendah serta wawasan dan pendukung bacaan minim. Itu diperparah oleh perasaan tak mampu, takut salah, tak berani mengambil risiko, dan alasan klasik tak punya waktu, serta merasa sudah hidup mapan, tak mau berubah.

Pangkal permasalahan ternyata adalah keberanian guru untuk mengubah paradigma berpikir bahwa meneliti adalah bagian dari hidup mereka. Bila kondisi itu dibiarkan berlarut-larut, akan membuat pembelajaran mandek dan monoton sehingga kemampuan siswa pun rendah.

Untuk mengatasi perlu dorongan, latihan, dan membudayakan guru menulis PTK. Hal itu untuk mengembangkan profesi atau memperoleh angka kredit jabatan fungsional.

Guru perlu membiasakan diri melakukan PTK sebagai wujud tanggung jawab pendidik dan pengajar. Pemberdayaan guru dalam pembelajaran lewat PTK menjadi salah satu bahan masukan penyusunan dan penetapan kebijakan pendidikan.

Yang tak kalah penting, guru mau memutakhirkan ilmu pengetahuan, belajar secara berkelompok, dan membiasakan diri menulis catatan harian selama dan setelah mengajar di kelas.

Itu bisa menjadi bahan orisinal sebagai langkah awal PTK. Guru perlu menyadari bahwa permasalahan di kelas tak akan terselesaikan orang lain, jika sang guru tak memecahkan masalah melalui PTK. Selamat mencoba. (53)

Dijamin Tak Ada Penghentian Tunjangan Profesi Guru

OLEH- OLEH MENGIKUTI SEMINAR DI PASCASARJANA (S2) UNNES
=========================================================

SEMARANG-Para guru diminta tidak mempercayai kabar yang mengatakan pembayaran tunjangan profesi guru PNS dan non-PNS pada Depdiknas dan Depag untuk sementara dihentikan dan tunjangan profesi yang telanjur dibayarkan secara bertahap akan dipotong.

"Pembayaran tunjangan profesi bagi guru yang telah bersertifikasi adalah amanat UU. Jika Menkeu tidak mau membayarkan tunjangan tersebut, berarti UU harus diganti,'' ungkap Direktur Profesi Pendidik, Dirjen PMPTK Dr Achmad Dasuki MPd.

Dia mengungkapkan hal itu saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Arah Kebijakan Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang diprakarsai oleh Program Pascasarjana Unnes dalam rangkaian Dies Natalis Ke-44 PTN itu di Auditorium Sekaran, baru-baru ini.

Karena itu ia menyayangkan pertanyaan petinggi salah satu organisasi guru yang banyak dikutip media massa belakangan ini yang dinilainya meresahkan para guru.

Hal itu terkait kabar tentang surat Menteri Keuangan No S-145/MK.05/2009 tertanggal 12 Maret 2009 tentang pembayaran tunjangan profesi guru dan dosen PNS dan non-PNS pada Depdiknas dan Depag yang akan ditunda atau dipotong sesuai ketentuan jika sampai dengan akhir tahun 2009 PP mengenai hal itu belum juga ditetapkan. ''Hal itu tidak akan terjadi. Apalagi Kepres juga sedang disusun,'' tegasnya.
Evaluasi

Pada kesempatan itu, Achmad juga menepis anggapan bahwa para guru agama dianaktirikan dalam sertifikasi. Pasalnya, sambung dia, dalam sertifikasi yang dinilai adalah kompetensi bukan mata pelajaran apa yang diampu seorang guru.

Adapun guru yang telah mendapatkan sertifikasi, kata dia, akan terus dievaluasi kinerjanya. Yang bersangkutan juga harus bisa memenuhi target mengajar 24 jam/minggu.

Namun demikian, persentase kelulusan sertifikasi dari tahun ke tahun cenderung menurun. Dia menjelaskan, pada 2006, dengan kuota 20 ribu, yang lulus portofolio 49,60% dan PLPG 42,89%. Sedangkan pada 2007, dari 180.450, hanya 40,95% lulus portofolio dan 50,02% lulus PLPG. Tahun lalu, dari kuota 200 ribu, hanya 32.22% lulus portofolio, 33.20% lulus PLPG.

Seperti diketahui, kriteria penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan adalah masa kerja, usia, golongan/pangkat, beban mengajar, tugas tambahan, dan prestasi kerja. Namun demikian tidak semua dinas melakukan penyusunan daftar urut guru calon peserta sertifikasi karena dirasakan terlalu rumit.

Guru yang sudah bersertifikat memerlukan dana Rp 57 triliun pada 2015, jadi pengeluaran biaya yang tinggi untuk pendidikan, khususnya guru, akan sia-sia jika yang bersangkutan tidak menunjukkan kinerjanya.

Pembicara lain, Direktur Tenaga Kependidikan Depdiknas Surya Dharma MPA PhD menekankan pentingnya peningkatan kualitas guru demi peningkatan mutu pendidikan, khususnya prestasi akademik siswa. (H11-45)