20 Oktober, 2008

Membangun Citra Guru

CITRA guru bukanlah sosok berdasi, intelektual ulung dalam menyiapkan masa depan, tetapi pekerja suara yang berangkat pagi pulang siang (bahkan sore hari), tetapi kering finansial. Praktis, citra guru tereduksir sedemikian rupa di balik keagungan harapan yang meluap. Permasalahannya: bagaimana membangun citra guru agar peran dan profesionalitasnya terpenuhi?

Pertama, penting tercipta kultur masyarakat pembelajar sehingga bukan tangan gurulah satu-satunya penentu kualitas mutu pendidikan. Artinya, tidak saja para guru yang memiliki sense of learning, tetapi juga masyarakat dan birokrasi pendidikan. Kultur demikian akan menjadi pigura awal terfasilitasnya kesadaran belajar masyarakat. Logika proyek birokrat pendidikan penting ditinggalkan di satu sisi, dan bagaimana masa bodoh masyarakat terhadap pendidikan juga penting untuk diubah pada sisi yang lain.

Tanpa terciptanya kultur demikian, sulit memberikan penghargaan yang layak pada para guru. Sebab, sebagaimana selama ini terjadi, tugas berat guru sepertinya bertarung dengan “penonton” pendidikan yang hanya bisa alok, mengkritik. Hal ini semakin berbahaya ketika tidak ada kesadaran bersama bahwa pendidikan bukanlah sekadar dijemari lemah guru.

Jika kesadaran pembelajar masyarakat sudah terbangun, dengan sendirinya kepedulian pemerintah dan masyarakat pada guru diharapkan juga berubah. Hal ini tidak berlebihan, sebab bagaimanapun pendidikan diyakini mampu mendorong daya saing kualitas SDM bangsa ini. Tanpa kepedulian pemerintah menghargai secara layak, besar kemungkinan sikap tak acuh para guru semakin subur bertumbuhan.

Kedua, adanya perlindungan hukum atas profesi guru. Rancangan Undang-Undang tentang Guru yang telah diusulkan merupakan payung penting dalam pengemban amanat pendidikan. Problem guru di wilayah konflik misalnya, yang mempertaruhkan nyawa, adalah masalah krusial yang harus dipecahkan. Belum lagi dalam tahun-tahun terakhir ketika masyarakat semakin kritis penanganan terhadap anak, tak tertutup kemungkinan terjadi kelalaian guru. Bagaimanapun, barangkali wilayah guru penting dibedakan dengan wilayah kriminal. Dengan begitu, kelalaian guru “menghukum” murid misalnya, tidak serta-merta harus berurusan dengan polisi. Seorang teman di sekolah saya, beberapa minggu lalu terpaksa mengalami kasus ini karena menghukum relatif berlebihan sehingga dinilai sebagai penganiayaan.

BAGAIMANAPUN, penting disadari bahwa wilayah edukatif perlu dikedepankan sehingga citra guru terkawal tidak seperti preman di jalanan. Profesionalisme guru di sekolah memang dipertaruhkan, tetapi jika anak memang berlebihan, tentunya hukuman (meski tidak relevan) tetap menarik untuk dipikirkan.

Ketiga, penting digulirkan kebijakan peran dan fungsi guru sebagaimana profesi lain, semisal dokter dan hakim. Hal inilah yang penting dipikirkan oleh Dirjen Peningkatan Mutu dan Tenaga Kependidikan. Lembaga ini tentu yang berkonsentrasi untuk melakukan standardisasi mutu pendidikan. Bukan sebaliknya, justru akan menambah draf panjang problem struktural pendidikan kita.

Jika selama ini masalah mutu pendidikan selalu dicakapkan, tetapi bagaimana indikatornya masih menjadi bahan perdebatan panjang.

Di samping itu, kita pun masih dihadapkan pada problem operasional dengan ujung tombak para guru. Isu tentang rendahnya kreativitas guru, misalnya, bukan hal aib untuk diakui. Guru-guru kita rata-rata adalah “pekerja” bukanlah profesi.

TERKAIT ancangan menjadikan guru sebagai profesi, maka penting dipikirkan beberapa parameter macam: loyalitas profesi, dedikasi, pelayanan terhadap klien, panggilan hidup, kode etik, kualifikasi (standardisasi/sertifikasi), kompetensi (keahlian), tanggung jawab, maupun penghargaan yang memadai.

Tanpa parameter demikian, sulit kiranya menggagas kerja guru sebagai profesi. Sebuah profesi, tentunya, bukan kerja asal-asalan; sebaliknya, jika terjadi “malapraktik pendidikan” guru pun dapat dituntut balik atas kelalaian profesinya. Mungkinkah hal demikian terwujud?

Keempat, tersedianya sarana-prasarana memadai. Kelanjutan dari alternatif ketiga, maka kecukupan sarana-prasarana menjadi faktor yang tak kalah penting untuk membangun citra guru di masa mendatang. Analog dengan kecanggihan alat, maka hal demikian akan menjadi harapan lain untuk mendongkrak citra guru.

Akhirnya, adakah keseriusan dalam membangun citra guru di masa mendatang? Jika citra guru terbangun, maka input para guru pun akan menjadi nominasi awal masyarakat kita. Bukan seperti sekarang di mana pilihan guru sebagai alternatif terakhir setelah semua pilihan lain yang mengalirkan harapan.

16 September, 2008

Cara Masuk ke BIOS bermacam merk

 

Siapa tahu bisa bermanfaat, berikut adalah berbagai cara untuk bisa masuk ke BIOS di beberapa komputer:


1.AMI/Award: [Delete] selama boot

2.Toshiba: [Esc] selama boot

3.Toshiba, Phoenix, Model terakhir PS/1 Value Point &  30:      [F1] selama boot

4.Compaq: [F10] Ketika kursor berkedip langsung tekan         F10

5.Compaq: [F10] ketika tampilan logo muncul NEC: [F2]          selama boot

6.Emachine: [Tab] selama boot

  beberapa komputer Dells: tekan tombol reset dua kali

7. Komputer lain yang kurang dikenal: [Ctrl]+[Alt]

8.Dell: [Ctrl]+[Alt]+[Enter]

9.AST Advantage, Award, Tandon: [Ctrl]+[Alt]+[Esc]

10.Zenith, Phoenix: [Ctrl]+[Alt]+[Ins]

15 September, 2008

Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah

PROFESIONALISME KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

Oleh : Ririn Dwi Astuti SPd

==========================================================

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala limpahan rahmat dan pertolongan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Manajemen Pendidikan .

Dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini izinkan penyusun untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak ____________, selaku Dosen , kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyajian makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna.perbaikan penulisan selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun, umumnya bagi pembaca.


Semarang, September 2008

Penyusun

==========================================================

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sember Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.

Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana serta biaya apabila seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu. Namun dari beberapa komponen tersebut yang lebih banyak berperan adalah tenaga kependidikan yang bermutu yaitu yang mampu menjawab tantangan-tantangan dengan cepat dan tanggung jawab. Tenaga kependidikan pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut tenaga kependidikan untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang professional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga kependidikan yang professional akan melaksanakan tugasnya secara professional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu. Menjadi tenaga kependidikan yang profesional tidak akan terwujud begitu saja tanpa adanya upaya untuk meningkatkannya, adapun salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan pengembangan profesionalisme ini membutuhkan dukungan dari pihak yang mempunyai peran penting dalam hal ini adalah kepala sekolah, dimana kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Karena tenaga kependidikan profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang tepat, akan tetapi mampu memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Profesionalisme tenaga kependidikan juga secara konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Tenaga kependidikan yang profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional juga bukanlah tugas yang mudah. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya.

Namun banyak faktor penghambat tercapainya kualitas keprofesionalan kepemimpinan kepala sekolah seperti proses pengangkatannya tidak trasnparan, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang terlambat, wawasan kepala sekolah yang masih sempit , serta banyak faktor penghambat lainnya yang menghambat tumbuhnya kepala sekolah yang professional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan output)

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengkaji „Profesionalisme Pepemimpinan Kepala Sekolah

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana gambaran profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah
Untuk mengetahui bagaimana tugas yang dijalanka oleh kepala sekolah
Untuk memahami peran kepala sekolah
Untuk mengaetahui masalah-masalah yang dihadapi dalam merealisasikan keprofesionalan kepala sekolah
Untuk mengetahui dan memahami upaya pemecahan dalam merealisasikan peningkatan profesionalisme kepala sekolah.

C. Manfaat Penelitian
Dapat mengetahui bagaimana gambaran profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah
Dapat mengetahui bagaimana tugas yang dijalanka oleh kepala sekolah
Dapat memahami peran kepala sekolah
Dapat mengaetahui masalah-masalah yang dihadapi dalam merealisasikan keprofesionalan kepala sekolah
Dapat mengetahui dan memahami upaya pemecahan dalam merealisasikan peningkatan profesionalisme kepala sekolah.

==========================================================

BAB II PROFESIONALISME KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam hal ini, pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu melakukan pilihan-pilahan. Proses pengembangan SDM tersebut harus menyentuh berbagai bidang kehidupan yang tercermin dalam pribadi pimpinan, termasuk pemimpin pendidikan, seperti kepala sekolah.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pememliharaan sarana dan prasarana”.

Namun kenyataan dilapangan masih banyak kepala sekolah yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan ini disebabkan karena dalam proses pengangkatannya tidak ada trasnfaransi, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang terlambat serta banyak faktor penghambat lainnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan output)

Berdasarkan uraian di atas penyusun sangat tertarik untuk membahas profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah. Untuk mempermudah dalam pemahaman pemabahasan ini, berikut penyusun sajikan kerangka teoritisnya.

A. Pengertian Profesionalisme, Kepemimpinan, dan Kepala Sekolah

1. Profesionalisme

Kusnandar (2007:46) mengemukakan bahwa “Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian sesseorang”.

Selanjutnya Profesionalisme menurut Mohamad Surya (2007:214) adalah:

Sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota asuatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionlanya.

Sementara Sudarwan Danin (2002:23) mendefinisikan bahwa:

Profesionalisme adalah komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengmbangkan strategi-strategi yang digunakanny dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu

Kemudian Freidson (1970) dalam Syaiful Sagala (2005:199) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah “sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karir”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa profesionalisme adalah suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dapat tercapai secara berkesinambungan.

2. Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Pentingnya kepemimipinan seperti yang dikemukakan oleh James M. Black pada Manajemem: a Guide to Executive Command dalam Sadili Samsudin (2006:287) yang dimaksud dengan “Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.

Sementara R. Soekarto Indrafachrudi (2006:2) mengartikan “Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan itu”.

Kemudian menurut Maman Ukas (2004:268) “Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain, agar ia mau berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud dan tujuan”.

Sedangkan George R. Terry dalam Miftah Thoha (2003:5) mengartikan bahwa “Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi”.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempangaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuan bersama.

3. Kepala Sekolah

Kepala sekolah bersal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelejaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di mana temapat menerima dan memberi pelajaran. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa:

Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Sementara Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama.

Jadi profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah berarti suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dalam menjalankan dan memimpin segala sumber daya ayang ada pada suatu sekolah untuk mau bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.

B. Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus ia laksankan. Adapun tugas-tugas dari kepala sekolah seperti yang dikemukakan Wahjosumidjo (2002:97) adalah:

1. Kepala sekolah bekerja dengan dan melalui orang lain.

Kepala sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di leingkungan sekolah.
Kepala sekolah bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan. Kepala sekola bertindak dan bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan. Perbuatan yang dilakukan oleh para guru, siswa, staf, dan orang tua siswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah
Dengan waktu dan sumber yang terbatas seorang kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan.Dengan segala keterbatasan, seorang kepala sekolah harus dapat mengatur pemberian tugas secara cepat serta dapat memprioritaskan bila terjadi konflik antara kepentingan bawahan dengan kepentingan sekolah.
Kepala sekolah harus berfikir secara analitik dan konsepsional. Kepala sekolah harus dapat memecahkan persoalan melalui satu analisis, kemudian menyelesaikan persoalan dengan satu solusi yang feasible. Serta harus dapat melihatsetiap tugas sebagai satu keseluruhan yang saling berkaitan.
Kepala sekolah adalah seorang mediator atau juru penengah. Dalam lingkungan sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdiri dari manusia yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda yang bisa menimbulkan konflik untuk itu kepala sekolah harus jadi penengah dalam konflik tersebut.
Kepala sekolah adalah seorang politisi. Kepala sekolah harus dapat membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan persuasi dan kesepakatan (compromise). Peran politis kepala sekolah dapat berkembang secara efektif, apabila: (1) dapat dikembangkan prinsip jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing, (2) terbentuknya aliasi atau koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, BP3, dan sebagainya; (3) terciptanya kerjasama (cooperation) dengan berbagai pihak, sehingga aneka macam aktivitas dapat dilaksanakan.
Kepala sekolah adalah seorang diplomat. Dalam berbagai macam pertemuan kepala sekolah adalah wakil resmi sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah mengambil keputusan-keputusan sulit. Tidak ada satu organisasi pun yang berjalan mulus tanpa problem. Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari persoalan dn kesulitan-kesulitan. Dan apabila terjadi kesulitan-kesulitan kepala sekolah diharapkan berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan persoalan yang sulit tersebut.

Dalam menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya sebagai pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua seyogyanya kepala sekolah memahami dan mengatahui perannya. Adapun peran-peran kepala sekolah yang menjalankan peranannya sebagai manajer seperti yang diungkapkan oleh Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a)Peranan hubungan antar perseorangan; (b) Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil keputusan.

Dari tiga peranan kepala sekolah sebagai manajer tersebut, dapat penulis uraikan sebagai berikut:

a. Peranan hubungan antar perseorangan
Figurehead, figurehead berarti lambang dengan pengertian sebagai kepala sekolah sebagai lambang sekolah.
Kepemimpinan (Leadership). Kepala sekolah adalah pemimpin untuk menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga dapat melahirkan etos kerja dan peoduktivitas yang tinggi untuk mencapai tujuan.
Penghubung (liasion). Kepala sekolah menjadi penghubung antara kepentingan kepala sekolah dengan kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan secara internal kepala sekolah menjadi perantara antara guru, staf dan siswa.

b. Peranan informasional
Sebagai monitor. Kepala sekolah selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan karena kemungkinan adanya informasi-informasi yang berpengaruh terhadap sekolah.
Sebagai disseminator. Kepala sekolah bertanggungjawab untuk menyebarluaskan dan memabagi-bagi informasi kepada para guru, staf, dan orang tua murid.
Spokesman. Kepala sekolah menyabarkan informasi kepada lingkungan di luar yang dianggap perlu.

c. Sebagai pengambil keputusan
Enterpreneur. Kepala sekolah selalu berusaha memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam pemikiran program-program yang baru serta malakukan survey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan sekolah.
Orang yang memperhatikan ganguan (Disturbance handler). Kepala sekolah harus mampu mengantisipasi gangguan yang timbul dengan memperhatikan situasi dan ketepatan keputusan yang diambil.
Orang yang menyediakan segala sumber (A Resource Allocater). Kepala sekolah bertanggungjawab untuk menentukan dan meneliti siapa yang akan memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan dan dibagikan.
A negotiator roles. Kepala sekolah harus mampu untuk mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar dalam memnuhi kebutuhan sekolah.

Seperti halnya diungkapkan di muka, banyak faktor penghambat tercapainya kualitas keprofesionalan kepemimpinan kepala sekolah seperti proses pengangkatannya tidak trasnparan, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang terlambat, wawasan kepala sekolah yang masih sempit , serta banyak faktor penghambat lainnya yang menghambat tumbuhnya kepala sekolah yang professional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ini mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan output)

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, adapun pemecahannya adalah:

1. Pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah

Wadah-wadah yang telah dikembangkan dalam pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah adalah musyawarah kepala sekolah (MKS) , kelompok kerja kepala sekolah (KKKS), pusat kegiatan kepala sekolah (PKKS). Disamping itu peningkatan dapat dilakukan melalui pendidikan, dengan program sarjana atau pasca sarjana bagi para kepala sekolah sesuai dengan bidang kehaliannya, sehingga tidak terlepas dari koridor disiplin ilmu masing-masing.

2. Revitalisasi MGMP dan MKKS di sekolah

Melalui MGMP dan MKKS dapat dipikirkan bagaimana menyiasati kurikulum yang padat dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metoda dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dengan mengefektifkan MGMP dan MKKS semua kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan kepala sekolah dalam kegiatan pendidikan dapat dipecahkan, dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

3. Peningkatan disiplin

Dalam menumbuhkan kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pandidikan di sekolah diperlukan adanya peningkatan disiplin untuk menciptakan iklim sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi kerja, serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin para tenaga kependidikan dalam melakukan tugasnya di sekolah.

4. Pembentukan kelompok diskusi profesi

Kelompok diskusi profesi dapat dibentuk untuk mengatasi tenaga kependidikan yang kurang semangat dalam melakukan tugas-tugas kependidikan di sekolah yang melibatkan pengawas sekolah, komite sekolah atau orang lain yang ahli dalam memecahkan masalah yang dihadapi kepala sekolah dan tenaga kependidikan.

5. Peningkatan layanan perpustakaan dan penambahankoleksi

Salah satu sarana peningkatan profesionalisme kepala sekolah adalah tersedianya buku yang dapat menunjang kegiatan sekolah dalam mendorong visi menjadi aksi. Karena akan sangat sulit dapat mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme kepala sekolah jika tidak ditunjangkan oleh sumber belajar yang memadai.

Selain itu kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen pendidikan secara utuh yang berorientasi kepada mutu. Strategi ini dikenal dengan manajemen mutu terpadu (MMT) atau kalau dunia bisnis dikenal dengan nama total quality management (TQM). Yang merupakan usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus-menerus memperbaiki kualitas layanan.

Sedikitnya terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan oleh kepala sekolah agar “pelanggan” puas; yakni layanan sesuai dengan yang dijanjikan (reliability), mampu menajmin kualitas pembelajaran (assurance), iklim sekolah yang kondusif (tangible), memberikan perhatian penuh kepada peserta didik (emphaty), dan cepat tanggap terhadap kebutuhan peserta didik (responsiveness)

==========================================================

BAB III PENUTUP

A. Keimpulan

Kepala sekolah merupakan peimipin formal yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa didasarkan atas pertimbangan tertentu. Untuk itu kepal sekolah bertangggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan baik yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun dalam mencipatakan iklim sekolah yang kondusif yang menumbuhnkan semangat tenaga pendidik maupun peserta didik. Dengan kepemimpinan kepala sekolah inilah, kepala sekolah diharapakan dapat memberikan dorongan serta memberikan kemudahan untuk kemajuan serta dapat memberikan inspirasi dalam proses pencapaian tujuan.

Kepala sekolah diangkat melalui prosedur serta persyaratan tertentu yang bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan yang mengimplikasikan meningkatkanya prestasi belajar peserta didik. Kepala sekolah yang professional akan berfikir untuk membuat perubahan tidak lagi berfikir bagaimana suatu perubahan sebagaimana adanya sehingga tidak terlindas oleh perubahan tersebut. Untuk mewujudkan kepala sekolah yang professional tidak semudah memabalikkan telapak tangan, semua itu butuh proses yang panjang.

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dunia pendidikan, sehingga menuntut penguasaan kepala sekolah secara professional. Untuk itu kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melasnakan pengembangan pendidikan secara terarah dan berkesinambungan.

Peningkatan profesionalisme kepala sekolah perlu dilaksankan secara berkeinambungan dan terncana dengan melihat permaslahan-permasalahan dan keterbatasan yang ada. Sebab kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang juga bertanggung jawab dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya. Kepala sekolah yang professional akan mengetahui kabutuhan dunia pendidikan, dengan begitu kepala sekolah akan melakukan penyesuian-penyesuian agar pendidikan berkembang dan maju sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. Saran

Peningkatan profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah harus dilakukan melaui suatu strategi. Melalui strategi perbaikan mutu inilah diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya pendidikan mutu pendidikan yang mengoptimalkan segala sumber daya yang terdapat di sekolah.

Upaya peningkatan profesionalisme kepala sekolah merupakan proses keseluruhan dan organisasi sekolah serta harus dilakukan secara berkesinambungan karena peubahan yang terjadi selalu dinamis serta tidak bisa diprediksi sehingga kepala sekolah maupun tenaga kependidikan harus selalu siap dihadapkan pada kondisi perubahan. Ada istilah seorang tenaga pendidik yang tadinya professional belum tentu akan terus professional bergitupun sebaliknya, tenaga kependidikan yang tadinya tidak professional belum tentu akan selamanya tidak professional. Dari pernyataan itu jelas kalau perubahan akan selalu terjadi dan menuntut adanya penyasuaian sehingga kita dapat mengatasi perubahan tersebut dengan penuh persiapan.

Dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan profesionalisme kepala sekolah harus ada pihak yang berperan dalam peningkatan mutu tersebut. Dan yang berperan dalam peningkatan profesionalisme kepala sekolah adalah pengawas sekolah yang juga merupakan pemimpin pendidikan yang bersama-sama kepala sekolah memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan sekolah.

Upaya peningkatan keprofesionalan kepala sekolah tidak akan terwujud begitu tanpa adanya motivasi dan adanya kesadaran dalam diri kepala sekolah tersebut serta semangat mengabdi yang akan melahirkan visi kelembagaan maupun kemampuan konsepsional yang jelas. Dan ini merupakan faktor yang paling penting sebab tanapa adanya kesadaran dan motivasi semangat mengabdi inilah semua usaha yang dilakukan untuk meningkatkan keprofesionalannya hasilnya tidak akan maksimal dan perealisasiannyapun tidak akan optimal. Berdasarkan hal itu kepala sekolah harus memiliki

==========================================================

Kompetensi Guru Pada Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional


Salah satu implikasi yang menentukan keberhasilan program SKM/SSN ialah adanya guru-guru yang memiliki karakteristik dan keterampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu (1) Pengetahuan tentang watak dan kebutuhan siswa berbakat, (2) Keterampilan menggunakan teks dan tes, (3) Keterampilan menggunakan dinamika kelompok, (4) Keterampilan dalam bimbingan dan konseling, (5) Keterampilan dalam pengembangan pemikiran kreatif, (6) Keterampilan menggunakan strategi seperti simulasi, (7) Keterampilan memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat kognitif (mulai tingkat rendah sampai tingkat tinggi), (8) Keterampilan dalam menghubungkan dimensi kognitif dan afektif, (9) Pengetahuan tentang perkembangan baru dari pendidikan, (10) memiliki pengetahuan tentang riset mutakhir mengenai perkembangan siswa (Munandar, 2001).

Karakteristik Guru untuk program SKM/SSN meliputi : (1) karakteristik filosofi; karakteristik filosofi menentukan pendekatan mereka terhadap siswa di kelas. Guru perlu mencerminkan sikap kooperatif dan demokratis, serta mempunyai kompetensi dan minat terhadap proses pembelajaran, (2) Karakteristik Kompetensi; kompetensi profesional meliputi strategi untuk mengoptimalkan belajar siswa, keterampilan bimbingan dan penyuluhan, dan pemahaman psikologis siswa. (3) Karakteristik Pribadi; meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas dan keluwesan.

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran.


oleh: Ririn Dwi Astuti SPd

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.


Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:




Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Sumber:


Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)

11 September, 2008

Bangunan Gedung SMP Negeri 12 Semarang




10 September, 2008

Guru-guru SMP 12 Semarang

09 September, 2008

Study Banding di Bali